Thursday, October 18, 2007

Kopi Arabica Kintamani

Hawa dingin mulai merayapi kulit memasuki perbatasan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang berjarak sekitar 60 kilometer timur laut Denpasar. Pemandangan bukit, pepohonan pinus, persawahan, dan sayuran yang hijau menyejukkan dan menyegarkan mata di pagi hari awal Juni 2006.
Memasuki Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, pemandangan berubah, didominasi pohon-pohon kopi arabika yang sebagian buahnya mulai kemerahan. Di antara tanaman kopi juga terlihat pohon jeruk kintamani yang sebagian sedang berbuah.
Itu khas keindahan Desa Belantih dan sekitarnya. Dari desa inilah kopi arabika beraroma jeruk kintamani sudah melanglang ke mancanegara sejak beberapa tahun terakhir. Areal perkebunan kopi arabika Belantih seluas sekitar 4.000 hektar itu sudah bebas dari pupuk kimia dan seluruhnya menggunakan pupuk organik.
Perkembangan kualitas kopi arabika empat tahun terakhir di Kecamatan Kintamani makin membaik. Ini ditandai dengan adanya permintaan negara asing, di antaranya Jepang, Amerika Serikat, Belanda, dan Perancis, serta permintaan domestik dari Provinsi Lampung dan Jawa Timur. Hanya saja, permintaan itu masih belum mampu dipenuhi. Alasannya, luasan areal yang ada belum dapat dimanfaatkan maksimal oleh masyarakat.
Dari areal kebun kopi arabika di Pulau Bali seluas 7.543 hektar, sekitar 4.000 hektar berada di Kintamani. Tahun lalu Kintamani menghasilkan 1.692 ton dari total produksi Bali 3.279 ton kopi arabika. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Bangli terus mengupayakan perluasan areal perkebunan hingga mencapai 6.000 hektar yang dipusatkan di Kintamani di masa mendatang.
"Kebun kopi yang produktif masih sekitar 3.000 hektar dari 4.000 hektar. Peluang pasar luar negeri itu memotivasi petani terus membudidayakan kopi arabika. Tahun lalu Perancis sempat minta dikirim 500 ton, sayangnya petani belum mampu memenuhi," kata Kepala Dinas Perkebunan dan Pertanian Bangli I Ketut Sutrisna.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono yang mengunjungi petani kopi arabika di Desa Belantih, 1 Juni 2006, menyatakan bangga karena petani telah sadar menggunakan pupuk organik. Pada kesempatan itu ia juga memberikan bantuan dari APBN senilai Rp 420 juta untuk 10 kelompok atau subak abian petani kopi arabika di Kintamani untuk modal pengembangan produksi.
Saat ini harga kopi arabika gelondong merah mulai membaik, Rp 3.500 per kilogram. Sementara kopi arabika olahan basah Rp 25.000 per kg. Ini memotivasi petani menghasilkan kopi olahan basah dan tidak lagi gelondongan merah.
Selain sudah bebas bahan kimia, petani arabika Belantih juga sudah mampu mengolah kopi kering menjadi kopi bubuk siap seduh di bawah payung Koperasi Usaha Perkebunan Mulih Sari. Kopi bubuk dengan merek dagang Gunung Batur itu berharga Rp 10.000 hingga Rp 25.000 per 200 gram. Potensi produksinya lumayan, sekitar satu ton kopi bubuk per tahun. Namun, pemasaran kopi bubuk siap seduh itu masih di pasar tradisional, melayani pesanan, atau pembeli di koperasi.
---------------------------------------------------------------------------
untuk pemesanan/pembelian Kopi Arabika dengan harga yang murah dlm jml besar atau untuk Export,hubungi (for order):
Mr. I Putu Widnyana
---------------------------------------------------------------------------